Rusia mengindikasikan pada Jumat (6/10) bahwa pihaknya bergerak cepat untuk mencabut ratifikasi Perjanjian Larangan Uji Coba Nuklir Komprehensif (Comprehensive Nuclear Test Ban Treaty/CTBT) setelah Presiden Vladimir Putin mengutarakan kemungkinan Moskow untuk melanjutkan uji coba nuklir.
Putin mengatakan pada Kamis (5/10) bahwa doktrin nuklir Rusia – yang menetapkan kondisi di mana ia akan menekan tombol nuklir – tidak perlu diperbarui. Namun, Putin belum mengatakan apakah Moskow perlu melanjutkan uji coba nuklirnya atau tidak.
Pemimpin Kremlin itu mengatakan bahwa Rusia dapat mempertimbangkan untuk mencabut ratifikasi CTBT karena Amerika Serikat (AS) telah menandatanganinya, tetapi belum meratifikasinya.
Anggota parlemen terkemuka Rusia, Vyacheslav Volodin, kemudian mengatakan kepada majelis rendah parlemen Duma Negara, Moskow akan segera mempertimbangkan apakah ada kebutuhan untuk mencabut ratifikasi perjanjian yang dilakukan Rusia.
Komentar Putin dan Volodin menunjukkan bahwa Rusia secara serius mempertimbangkan untuk mencabut ratifikasi perjanjian tersebut, yang melarang pihak mana pun dilarang meledakkan nuklir, di mana pun.
Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan tujuan pencabutan ratifikasi tersebut adalah untuk mencapai “titik temu” antara Rusia dan AS. “Ini bukan merupakan pernyataan niat untuk melakukan uji coba nuklir,” katanya kepada wartawan.
Namun, Putin mengisyaratkan kemungkinan tersebut pada Kamis (5/10). “Secara aturan, para pakar mengatakan, dengan senjata baru – Anda perlu memastikan bahwa hulu ledak khusus akan bekerja tanpa kegagalan,” kata Putin.
Dimulainya kembali uji coba nuklir oleh Rusia, AS atau China dapat mengindikasikan dimulainya perlombaan senjata nuklir baru antara negara-negara besar yang menghentikan uji coba nuklir pada tahun-tahun setelah runtuhnya Uni Soviet pada 1991.
Bagi sebagian ilmuwan dan aktivis, banyaknya uji coba bom nuklir selama Perang Dingin menunjukkan kebodohan dari tindakan ambang batas nuklir yang pada akhirnya dapat menghancurkan umat manusia dan mencemari planet ini selama ratusan ribu tahun.
Namun perang di Ukraina berhasil memicu ketegangan antara Moskow dan Washington ke tingkat tertinggi sejak Krisis Rudal Kuba 1962, saat China berupaya untuk meningkatkan persenjataan nuklirnya agar sesuai dengan statusnya sebagai negara adidaya yang sedang berkembang.
Rusia saat ini memiliki sekitar 5.889 hulu ledak nuklir, dibandingkan dengan AS yang memiliki hanya 5.244 hulu ledak, menurut Federasi Ilmuwan AS. China memiliki 410 hulu ledak, Prancis 290, dan Inggris 225.
Antara t945 dan Perjanjian Pelarangan Uji Coba Nuklir Komprehensif 1996, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan, lebih dari 2.000 uji coba nuklir dilakukan, di antaranya 1.032 dilakukan oleh AS dan 715 oleh Uni Soviet.
Uni Soviet terakhir melakukan pengujian pada 1990 dan AS pada 1992. [ah/ft]
Comments
Loading…