Krisis politik di Myanmar yang terjadi sejak kudeta militer pada 1 Februari tahun lalu belum juga selesai. Dua utusan khusus sudah ditunjuk oleh ASEAN, tetapi junta Myanmar menolak memberi akses ke semua pemangku kepentingan di negara itu untuk diajak berdialog. Indonesia tahun depan mendapat giliran menjadi Ketua ASEAN.
Menanggapi status Indonesia tersebut, pengamat ASEAN dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Pandu Prayoga kepada VOA, Selasa (29/11), menjelaskan ini merupakan momentum yang tepat bagi Indonesia untuk pembuktian diri.
“Indonesia harus mengimplementasikan (lima poin konsensus), segera menunjuk utusan khusus yang dimaksud, lalu juga bergerilya dalam arti diplomasinya lebih diperkuat kembali, atau mendorong sekaligus mengajak militer Myanmar mau berdialog, berdiskusi, menjalankan lima poin konsensus tadi,” kata Pandu.
Karena Indonesia menjadi Ketua ASEAN pada tahun depan, maka Jakarta berhak mengajukan nama calon utusan khusus ASEAN untuk Myanmar. Dia menambahkan banyak tokoh di Tanah Air yang memiliki jaringan dan komunikasi yang baik dengan pihak militer dan pemangku kepentingan lainnya.
Menurut Pandu, merupakan kewenangan Presiden Joko Widodo dan Kementerian Luar Negeri untuk menentukan seseorang atau tim yang kemudian bertugas menjadi utusan khusus ASEAN untuk Myanmar. Menurutnya tugas utusan khusus tersebut sangat berat karena peluang untuk membantu menyelesaikan krisis politik di Myanmar makin kecil. Selain itu, krisis politik di Myanmar sudah berlangsung lama dan junta di sana kian kuat.
Dia mengungkapkan utusan khusus itu bisa orang yang sudah berpengalaman di bidang diplomasi atau militer karena yang dihadapi adalah junta. Dia mencontohkan kandidat yang bisa diajukan sebagai utusan khusus ASEAN untuk Myanmar adalah mantan menteri luar negeri Marty Natalegawa atau Hassan Wirajuda. Jika memungkinkan, katanya, dalam tim utusan khusus itu juga ada orang militer. dan perempuan karena mayoritas korban krisis politik di Myanmar adalah anak-anak dan perempuan.
Pandu menegaskan penunjukan utusan khusus ASEAN untuk Myanmar itu harus segera dilakukan karena mempertaruhkan citra Indonesia sebagai Ketua ASEAN dalam membantu menyelesaikan krisis di Myanmar.
Pandu mengakui ada pertentangan nilai di ASEAN sendiri, antara non-intervensi serta demokrasi dan hak asasi manusia. Prinsip non-intervensi itu, kata Pandu, seharusnya tidak bersifat absolut. Di samping itu, ada perbedaan kepentingan antarnegara ASEAN.
Dia mengharapkan utusan khusus nanti bisa mengkombinasikan dengan kedua nilai tersebut, dan mempertemukan para penangku kepentingan di Myanmar sehingga dapat merealisasikan konsensus lima poin.
Arfin Sudirman, pengamat ASEAN dari Universitas Padjadjaran menjelaskan sebagai Ketua ASEAN tahun depan, Indonesia harus bersikap lebih tegas.
“(Indonesia) harusnya bisa lebih galak ke Myanmar. Tekanan ASEAN dan Indonesia itu sebetulnya sudah cukup kuat, tapi kan Myanmar masih tetap bergeming dengan situasi yang ada di sana. Indonesia dan beberapa negara tradisional ASEAN, Malaysia dan Thailand, sudah mengucilkan Myanmar dari pertemuan-pertemuan dan forum ASEAN,” ujar Arfin.
Dia mengatakan apa yang disepakati oleh ASEAN kadang tidak berjalan di negara-negara anggota karena tidak memiliki kekuatan hukum. ASEAN itu selalu mengedepankan diplomasi dan menghindari konflik. Jika ada dua negara anggota ASEAN berkonflik, katanya, penyelesaiannya biasanya secara bilteral, bukan di forum ASEAN.
Menurut Arfin, kasus Myanmar harus menjadi peringatan bagi ASEAN supaya berani bertindak tegas terhadap negara anggota yang melanggar konvensi atau Piagam ASEAN. Dia berharap dengan status Indonesia Ketua ASEAN, Indonesia harus mampu menyelesaikan krisis di Myanmar. Indonesia juga mesti bersikap lebih berani terhadap China terkait intervensi terhadap prinsip-prinsip yang ada di ASEAN.
Dia berpendapat Indonesia cukup disegani oleh Myanmar karena memiliki andil dalam isu Rohingya dan memiliki relasi yang cukup kuat dengan masyarakat sipil Myanmar.
Di beragam forum ASEAN, menurut Arfin, harus ada tekanan agar Myanmar menghormati prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia. Dia meminta ASEAN mampu menjatuhkan sanksi kepada Myanmar jika konsensus lima poin tidak juga dilaksanakan oleh Myanmar.
Arfin optimisitis jika yang dipilih berasal dari Indonesia, utusan khusus ASEAN untuk Myanmar bisa didengar oleh junta karena Indonesia dipandang lebih netral ketimbang negara-negara anggota ASEAN lainnya.
Direktur Kerja Sama Politik Keamanan ASEAN Kementerian Luar Negeri Rolliansyah Soemirat belum mau menjawab perihal tersebut.
Para pemimpin ASEAN telah menghasilkan konsensus lima poin terkait Myanmar yang mencangkup dialog konstruktif, penghentian kekerasan, mediasi antara berbagai pihak, pemberian bantuan kemanusiaan dan pengiriman delegasi ASEAN ke Myanmar. [fw/ab]
Comments
Loading…