Seorang laki-laki yang dituduh membantu mendapatkan senjata api bagi sekelompok laki-laki bersenjata yang menyerang surat kabar Charlie Hebdo dan sebuah toko eceran Yahudi di Prancis delapan tahun yang lalu, dijatuhi hukuman seumur hidup dalam persidangan banding atas kasusnya, ujar seorang sumber peradilan pada Kamis (20/10).
Ali Riza Polat, 37, yang membantah terlibat dalam serangan teroris itu, awalnya dijatuhi hukuman 30 tahun penjara pada Desember 2020 lalu. Lalu, ia mengajukan banding.
Tersangka kedua, Amar Ramdani, 41, yang mengajukan banding atas hukuman selama 20 tahun karena didakwa bersekongkol dengan para penyerang, kembali dinyatakan bersalah tetapi hukumannya dikurangi menjadi 13 tahun.
Sebanyak 12 orang dibantai di kantor Charlie Hebdo Paris pada 7 Januari 2015 oleh Said dan Cherif Kouachi bersaudara, yang mengatakan mereka bertindak atas nama Al Qaeda untuk membalas keputusan surat kabar itu menerbitkan kartun Nabi Muhammad SAW.
Sehari kemudian, Amedy Coulibaly, membunuh seorang petugas polisi berusia 27 tahun ketika sedang mengatur lalu lintas di luar Paris; dan kemudian membunuh empat laki-laki Yahudi yang disandera di toko eceran “Hyper Cacher” pada 9 Januari. Coulibaly mengklaim bertindak atas nama kelompok ISIS.
Ketiga penyerang itu tewas dibunuh polisi.
Pada Desember 2019, pengadilan Prancis menghukum 14 orang yang membantu melakukan serangan itu. Polat dan Ramdani adalah satu-satunya yang mengajukan banding atas vonis mereka.
Hukuman baru terhadap Polat membawa hukuman minimal 20 tahun sebelum ia dinilai memenuhi syarat untuk pembebasan bersyarat.
Pembunuhan di Charlie Hebdo dan “Hyper Cacher” itu menandai dimulainya gelombang serangan kelompok jihad yang mematikan di seluruh Eropa, khususnya pembunuhan yang mengerikan di gedung konser Bataclan, di bar dan kafe Paris pada November 2015.
Mereka yang ditembak mati di kantor Charlie Hebdo itu mencakup beberapa kartunis paling terkenal di Prancis, antara lain Jean Cabut, 76, yang lebih dikenal sebagai Cabu, Georges Wolinski, 80, dan Stephane “Charb” Charbonnier, yang berusia 47 tahun ketika serangan tersebut terjadi.
Pembantaian itu memicu solidaritas global dengan warga Prancis yang menggunakan slogan “Saya Charlie.” [em/rs]
Comments
Loading…