Sayyed Hassan Nasrallah asal Lebanon berhasil memimpin Hizbullah melewati konflik selama puluhan tahun dengan Israel. Ia mengawal transformasi kelompok militant itu menjadi kekuatan militer yang berpengaruh dalam skala regional. Tak hanya itu, Nasrallah juga sukses menjadi salah satu tokoh jazirah Arab yang populer dalam beberapa generasi, dengan dukungan Iran.
Israel menargetkan Nasrallah dalam serangan yang mengguncang Beirut pada Jumat (27/9), menurut laporan dari situs berita Axios dan media Israel. Serangan ini terjadi di tengah bombardir yang dilakukan Israel ke Lebanon selama sepuluh hari terakhir, yang juga ikut mengusik kelompok yang dipimpin Nasrallah selama 32 tahun itu.
Nasrallah tidak dapat dihubungi setelah serangan Israel di pinggiran selatan Beirut pada Jumat (27/9) malam, sumber yang dekat dengan kelompok bersenjata Lebanon tersebut mengatakan kepada Reuters.
Beberapa jam setelah serangan tersebut, Hizbullah belum membuat pernyataan mengenai kondisinya.
Seorang sumber dekat Hizbullah menginformasikan kepada Reuters bahwa Nasrallah masih hidup, dan kantor berita Iran, Tasnim, juga melaporkan bahwa ia dalam keadaan aman. Selain itu, seorang pejabat senior keamanan Iran menyampaikan kepada Reuters bahwa Teheran sedang memeriksa kondisi Nasrallah.
Di kalangan pendukungnya, Nasrallah dihormati karena sikapnya yang berani menentang Israel dan Amerika Serikat. Namun, bagi para lawan politiknya, ia dianggap sebagai pemimpin organisasi teroris dan representasi teokrasi Islam Syiah Iran dalam persaingan pengaruh di Timur Tengah.
Pengaruh Nasrallah di kawasan makin nampak dalam konflik yang dipicu oleh perang Gaza pada setahun terakhir. Hizbullah ikut menembaki Israel dari Lebanon selatan untuk mendukung sekutunya, Hamas. Kelompok-kelompok dari Yaman dan Irak pun mengikuti langkah serupa di bawah payung “Poros Perlawanan.”
“Kita menghadapi pertempuran besar,” kata Nasrallah dalam pidatonya pada 1 Agustus di pemakaman komandan militer tertinggi Hizbullah, Fuad Shukr, yang tewas dalam serangan Israel di pinggiran selatan Beirut yang dikuasai Hizbullah.
Namun, keadaan mulai berubah ketika ribuan anggota Hizbullah terluka dan puluhan lainnya tewas akibat serangan yang menghancurkan perangkat komunikasi mereka minggu lalu. Peperangan berbalik ke arah mereka.
Menanggapi serangan terhadap jaringan komunikasi Hizbullah dalam pidatonya pada 19 September, Nasrallah bertekad akan membalas Israel.
“Ini adalah saat yang akan tiba, dan kita harus mempertimbangkan seperti apa bentuknya, seberapa besar, serta bagaimana dan di mana itu akan terjadi. Tentu saja, ini adalah informasi yang akan kita simpan untuk diri kita sendiri dan dalam lingkaran terkecil, bahkan di dalam diri kita sendiri,” katanya.
Ia belum berpidato lagi sejak insiden itu.
Sementara itu, Israel melancarkan serangan besar-besaran, menewaskan beberapa komandan senior Hizbullah dalam serangan yang ditargetkan, serta melakukan pengeboman secara masif di wilayah Lebanon yang dikuasai Hizbullah, yang merenggut ratusan nyawa.
Nasrallah sering kali diakui sebagai seorang orator karismatik, bahkan oleh para musuhnya. Pidato-pidatonya sering kali menarik perhatian, baik dari pihak kawan maupun lawan.
Dengan mengenakan serban hitam sebagai seorang sayyed, Nasrallah memanfaatkan pidatonya untuk memperkuat dukungan bagi Hizbullah sekaligus menyampaikan ancaman dengan penuh perhitungan. Ia sering kali tampak menggerakkan jarinya untuk mengekspresikan pidatonya.
Ia menjabat sebagai sekretaris jenderal Hizbullah pada 1992 saat berusia 35 tahun, menjadi wajah dari kelompok yang tertutup itu. Hizbullah didirikan oleh Garda Revolusi Iran pada 1982 untuk melawan pasukan pendudukan Israel.
Israel membunuh pendahulunya, Sayyed Abbas al-Musawi, dalam serangan helikopter. Nasrallah memimpin Hizbullah ketika pasukannya berhasil membuat pasukan Israel angkat kaki dari Lebanon selatan pada 2000, mengakhiri pendudukan selama 18 tahun.
Kemenangan Ilahi
Konflik dengan Israel menjadi faktor penentu dalam kepemimpinannya. Nasrallah mengumumkan “Kemenangan Ilahi” pada 2006 setelah Hizbullah berperang selama 34 hari melawan Israel. Banyak warga Arab biasa yang tumbuh dengan menyaksikan Israel mengalahkan pasukan mereka, menaruh rasa hormat pada Nasrallah terkait kemenangan itu.
Namun, ia menjadi sosok yang semakin kontroversial di Lebanon dan dunia Arab yang lebih luas seiring dengan meluasnya operasi Hizbullah ke Suriah dan sekitarnya. Hal ini mencerminkan meningkatnya ketegangan antara Iran yang menganut Syiah dan monarki Arab Sunni yang bersekutu dengan Amerika Serikat di Teluk.
Nasrallah menjelaskan keterlibatan Hizbullah di Suriah sebagai upaya melawan para jihadis. Pada saat itu, ia ikut mendukung Presiden Bashar al-Assad. Namun, para kritikus menuduh kelompok tersebut sebagai bagian dari konflik sektarian yang lebih luas di kawasan.
Di Lebanon, para kritikus Nasrallah berpendapat bahwa ambisi regional Hizbullah membuat negara terpuruk. Negara-negara Arab Teluk yang sebelumnya bersahabat jadi mengambil jarak dengan Lebanon. Hal ini menjadi salah satu faktor yang berkontribusi pada krisis keuangan yang melanda Lebanon pada 2019.
Setelah perang 2006, Nasrallah berada dalam posisi yang sulit dalam konflik baru dengan Israel. Ia mengumpulkan roket-roket Iran untuk menciptakan “keseimbangan teror.”
Perang Gaza, yang dipicu oleh serangan Hamas pada 7 Oktober terhadap Israel, memicu konflik terburuk Hizbullah dengan Israel sejak 2006, yang mengakibatkan kelompok itu kehilangan ratusan pasukannya termasuk sejumlah pemimpinnya.
Setelah bertahun-tahun terlibat di berbagai lokasi, konflik ini kembali menyoroti perjuangan historis Hizbullah melawan Israel.
“Kami di sini membayar harga atas dukungan kami terhadap Gaza, dan rakyat Palestina, dan penerimaan kami terhadap perjuangan Palestina,” kata Nasrallah dalam pidatonya pada 1 Agustus.
Nasrallah dibesarkan di daerah miskin Karantina di Beirut. Keluarganya berasal dari Bazouriyeh, sebuah desa di selatan Lebanon yang mayoritas penduduknya merupakan penganut Syiah dan kini menjadi pusat politik Hizbullah.
Ia adalah bagian dari generasi muda Syiah Lebanon yang pandangan politiknya dibentuk oleh Revolusi Islam Iran 1979.
Sebelum memimpin kelompok tersebut, ia sering bertempur di garis depan melawan tentara pendudukan Israel bersama para gerilyawan. Putranya yang masih remaja, Hadi, tewas dalam pertempuran pada 1997, kekalahan yang memberinya legitimasi di antara konstituen inti Syiahnya di Lebanon.
Ia juga memiliki rekam jejak dalam mengancam musuh yang berkuasa. [ah/ft]
Comments
Loading…