Media Iran melaporkan pada Minggu (14/1) bahwa dua wartawan Iran yang menjalani hukuman penjara setelah memberitakan kematian Mahsa Amini telah dibebaskan dengan jaminan sambil menunggu putusan banding.
Niloufar Hamedi, salah satu wartawan yang memberitakan kematian Amini dalam tahanan polisi setelah ditangkap karena mengenakan jilbab yang terlalu longgar, dan Elaheh Mohammadi, yang menulis tentang pemakaman Amini, dijatuhi hukuman masing-masing tujuh dan enam tahun penjara pada bulan Oktober lalu atas sejumlah dakwaan, termasuk bekerja sama dengan pemerintah Amerika Serikat (AS).
Kedua perempuan itu telah mendekam di penjara selama 17 bulan. Kantor berita Iran, ISNA, melaporkan bahwa mereka dibebaskan dengan jaminan $200.000 (sekitar Rp3,1 miliar). Mereka juga dilarang meninggalkan Iran hingga proses banding selesai.
Pengadilan Revolusi Teheran menuduh kedua wartawan tersebut bekerja sama dengan pemerintah Amerika Serikat, berkolusi melawan keamanan nasional dan menciptakan propaganda melawan sistem pemerintahan, menurut laporan yang dilansir dari situs berita Mizanonline.ir, yang berafiliasi dengan lembaga peradilan negara itu.
Hamedi bekerja untuk surat kabar reformis Shargh, sementara Mohammadi bekerja untuk Ham-Mihan, yang juga merupakan surat kabar reformis. Mereka ditahan pada September 2022.
Pada Mei 2023, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menganugerahi Mohammadi dan Hamedi penghargaan utama untuk kebebasan pers atas komitmen mereka terhadap kebenaran dan akuntabilitas.
Kematian Amini memicu aksi unjuk rasa selama berbulan-bulan di puluhan kota di Iran. Aksi-aksi tersebut menjadi salah satu isu paling serius yang dihadapi Iran sejak Green Movement, alias Gerakan Hijau—serangkaian aksi protes untuk menentang hasil pemilu Iran pada 2009—yang membuat jutaan orang turun ke jalan.
Meskipun hampir seratus wartawan ditangkap selama aksi unjuk rasa terjadi, laporan Hamedi dan Mohammadi soal Amini menjadi krusial dalam menyebarkan berita setelah kematiannya. Penahanan mereka sempat menuai kritikan masyarakat internasional.
Menurut aktivis HAM di Iran, sejak gelombang unjuk rasa dimulai, setidaknya 529 orang telah dibunuh oleh pasukan keamanan Iran selama protes berlangsung. Lebih dari 19.700 orang lainnya telah ditahan pihak berwenang, di tengah berlangsungnya aksi kekerasan untuk menekan kebebasan berpendapat. Selama berbulan-bulan, Iran belum memberikan informasi mengenai total jumlah korban, meski mengakui telah menahan puluhan ribu orang. [br/rd]
Comments
Loading…